Friday, September 28, 2012

FILM PINGGIRAN MODAL “THANK YOU”


FILM PINGGIRAN MODAL “THANK YOU”
Oleh : Sigit Surahman

Dunia seni merupakan dunia yang sangat tidak terbatas dalam bentuk ekspresi manusia menuangkan semua ide dan konsep pemikirannya. Jika dilihat dari sudut cara berkesenian, maka bisa dibagi menjadi dua macam: seni rupa dan seni suara. Yang pertama dimaknai sebagai kesenian yang bisa dinikmati dengan mata, sedangkan yang kedua kesenian yang bisa dinikmati dengan pendengaran (telinga). Ranah seni rupa pada praktiknya meliputi seni patung, seni relief (termasuk seni ukir), seni lukis, dan seni rias. Seni suara meliputi seni musik vokal, instrumental, dan seni sastra. Lebih khususnya terdiri dari prosa dan puisi. Disamping itu ada pula seni yang meliputi keduanya yaitu seni gerak atau seni tari, karena kesenian ini dapat dinikmati dengan mata dan telinga. Kemudian pada perkembangannya akhirnya muncul suatu bentuk kesenian yang meliputi keseluruhannya, yaitu seni drama, karena kesenian ini mengandung unsur-unsur seni lukis, rias, musik, sastra, dan seni tari, yang semua diintegrasikan menjadi satu kebulatan. Seni drama bisa bersifat tradisional seperti Wayang Wong (wayang orang) atau bisa bersifat modern dengan teknologi seperti film.
Berbicara tentang dunia film, tentunya kita pasti pernah mendengar apa itu film indie/film pinggiran. Kenapa demikian? Karena sampai saat ini film indie/film pinggiran nyaris luput dari perhatian para produser-produser besar yang mau mendanai produksi film indie/film pinggiran, jadi memang terkesan sangat terpinggirkan. Dengan demikian film indie boleh dikata film pinggiran. Durasi dari film indie/film pinggiran sudah pasti tidak akan sama dengan dunia film panjang, film komersial, film televisi, atau film-film yang terpampang di baliho-baliho besar yang tayang di bioskop atau cineplex-cineplex. Film indie atau yang bisa dibahasakan sebagai film pinggiran sudahlah pasti merupakan film yang durasinya bebas, akan tetapi dengan kebebasan durasi yang dimiliki itu, para sineasnya dituntut harus bisa lebih kreatif dan selektif dalam mengangkat tema dan materi yang akan ditampilkan. Dengan munculnya kreatifitas dan selektifitas dari sineas maka, setiap angle, shot, dan elemen-elemen pendukung tampilan film pinggiran itu sendiri akan memiliki makna yang cukup luas untuk bisa ditafsirkan oleh penontonnnya.

Dalam film pinggiran mungkin tidak akan mengenal apa itu super star, tidak pernah memperdulikan kaidah-kaidah baku pada saat produksi film yang terkesan sangat rumit. Para sineas film pinggiran dari berbagai kota di Indonesia telah banyak menunjukkan aktifitas berkaryanya. Bagi mereka semua tidak ada sebuah keharusan untuk terlebih dahulu mendalami teknik-teknik sinematografi, tata artistik, tata cahaya, make-up, atau hal-hal lain sebelum memproduksi sebuah karya film. Hal itu mencerminkan semangat independen dari para sineas-sineas film indie/film pinggiran yang tidak perlu berpatokan pada teori-teori yang memang sudah selazimnya.
Selain dari aspek bagaimana proses produksi, cerita, dan misi yang akan disampaikan, film indie/film pinggiran biasanya tidak ditentukan dengan durasi seperti halnya kebanyakan film komersial yang banyak beredar di saat ini. Bahkan dalam beberapa event festival film indie sering film-film yang dikirimkan hanya berdurasi sekitar antara 10-30 menit tayang saja. Kejadian-kejadian ini akan sangat mungkin terus terjadi, karena film independen yang memang tidak melibatkan produser/pemodal yang kaya. Bagi sineas film indie/film pinggiran, jika mereka memang hanya mempunyai dana untuk membeli kaset mini DV, makan, dan minum selama proses produksi berlangsung, bahkan hingga proses pasca produksi saja, itu sudah merupakan anugerah buat mereka. Hanya menggunakan pemain dengan bayaran “Thank You” artinya hanya dengan bayaran ucapan terima kasih, itu fenomena yang hanya terjadi dalam film indie/film pinggiran dan bukan dalam film-film komersial. Disitulah letak dari keistimewaan film indie/film pinggiran. Alat yang digunakan juga tidak harus menggunakan kamera yang profesional atau kamera VHS, betacam, atau kamera digital. Tidak jarang yang memproduksi film indie hanya dengan kamera handycam kecil saja.
Dewasa ini, film muncul selain sebagai alternatif hiburan, film juga sebagai produk dari alkulturasi budaya dan perkembangan budaya tradisi dan budaya modern. Kebudayaan sebagai bukti peradaban manusia mengalami perkembangan dan perubahan. Penetrasi kebudayaan antardaerah, antarnegara, atau antarbenua sekalipun bisa terjadi melalui berbagai macam cara, baik damai maupun kekerasan, determinasi ideologi, politik, maupun ekonomi menjadi suatu media perubahan kultural tersebut yang semua bisa dimunculkan melalui cerita film. Dengan cara damai, kebudayaan masuk dan mempengaruhi kebudayaan lain melalui media cetak maupun elektronik. Kalau kita coba melacak perkembangan budaya massa saat ini, kita akan dihadapkan pada sekian banyak istilah yang saling berkaitan: budaya tradisi, budaya pop, budaya modern, budaya konsumen, budaya komersil, industri budaya, budaya post modern, dan seterusnya. Objeknya bisa berupa karya sastra, teater, lukis, lagu/musik, film, dan lainnya.
Film adalah salah satu media audio visual yang saat ini bisa dibilang paling ampuh untuk digunakan dalam penetrasi budaya. Film pada dasarnya merupakan suatu produk yang dihasilkan oleh seorang sineas melalui proses yang melibatkan kemampuan imajinasi, pengembangan daya cipta berkreasi, kepekaan rasa dan karsa yang dimiliki oleh sineasnya. Semua film yang banyak beredar tentunya merupakan karya yang mengandung pesan-pesan untuk disampaikan kepada khalayak umum. Pesan-pesan atau nilai-nilai yang ada pada film inilah yang mampu akan mensosialisasi, mencipta, merepresentasi, dan merefleksi suatu nilai budaya di negeri ini. Pada dasarnya suatu pesan yang ada dalam film bertujuan untuk pembinaan maupun pengembangan nilai sosial-kultural, mencerdaskan suatu bangsa, maupun peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Secara historis bisa kita lihat ada beberapa karya film indie/film pinggiran yang kiprahnya mampu menembus hingga tingkat internasional. Beberapa diantaranya: Film Revolusi Hijau Revolusi Harapan karya sineas Nanang Istiabudhi berhasil mendapatkan Gold Medal untuk kategori Amateur dalam The 39th Born Sexteen International Competition of Non-Comercial Featur and Video di Republik Cekoslovakia (1998). Film Novi karya sineas Asep Kusdinar masuk nominasi dalam Festival Film Henry Langlois, Perancis (1998). Dalam Singapore Internasional Film Festival (1999), sekitar lima film pendek Indonesia ikut serta bersaing, yaitu Revolusi Harapan kreasi Nanang Istiabudhi, Bawa Aku Pulang buah karya Lono Abdul Hamid, film Novi karya Asep Kusdinar, Sebuah Lagu karya Eric Gunawan, dan Jakarta 468 karya Ari Ibnuhajar.
Dari sini kita dapat melihat bahwa film indie yang masih dianggap film pinggiran merupakan suatu media praktis yang dapat membangun jati diri bangsa. Walaupun demikian kita harus sadar di tengah keterbatasan itu semua, semangat independen dari para sineas film indie harus tetap menjadi dan mendapatkan perhatian. Dalam posisi yang serba terbatas akan modal, para sineas senantiasa dapat memunculkan ide-ide gilany untuk tetap berkarya. Salah satu cara yang efektif yaitu modal “Thank You” atau dengan kata lain memanfaatkan jaringan modal sosial, seperti jaringan sosial para pemerhati, praktisi, dan penikmat film indie.
Saat ini berbagai komunitas film indie/film pinggiran semakin banyak bermunculan di Indonesia. Kemunculan komunitas-komunitas film indie/film pinggiran ini memiliki peran yang cukup besar dalam hal pelestarian budaya maupun perluasan jaringan film indie/film pinggiran itu sendiri. Maka untuk itu diperlukan adanya upaya dari berbagai pihak untuk senantiasa mendorong kemajuan perkembangan film indie/film pinggiran di daerah-daerah bukan hanya di kota besar saja, salah satunya bisa melalui pembinaan dan memberikan ruang terbuka pada komunitas-komunitas yang sudah ada dan ingin mulai menapakkan jejak kakinya di dunia film indie/film pinggiran.


Saturday, September 1, 2012

DOKUMENTER dan JURNALISTIK TV


DOKUMENTER BAGIAN DARI JURNALISTIK TELEVISI
Oleh : Sigit Surahman

Pada prinsipnya, penyelenggaraan siaran di stasiun televisi terbagi menjadi dua ketegori, yakni karya artistik dan karya jurnalistik. Siaran karya artistik merupakan produksi acara televisi yang menekankan pada aspek artistik dan estetik, sehingga unsur keindahan menjadi unggulan dan daya tarik acara ini. Sedangkan karya jurnalistik merupakan produksi acara televisi yang mengutamakan kecepatan penyampaian informasi, mengedepankan realitas atau peristiwa yang terjadi.
Dokumenter merupakan salah satu bagian dari karya jurnalistik. Program dokumenter adalah sebuah program yang berkaitan langsung dengan suatu fakta yang berusaha untuk menyampaikan kenyataan dan bukan sebuah kenyataan yang direkayasa. Program atau film-film seperti ini peduli terhadap perilaku masyarakat, suatu tempat atau suatu aktivitas.
Dilihat dari gaya dan bentuknya sebuah film dokumenter memang terlihat memiliki kebebasan yang lebih luas dari pembuatnya/sutradaranya dalam bereksperimen. Akan tetapi kebebasan tersebut tetaplah dalam batasan-batasan kewajaran pada isi cerita yang tetap berangkat dari sebuah cerita/kisah nyata. Seiring perkembangan teknologi saat ini, terutama teknologi audio-visual yang salah satunya adalah kehadiran media televisi. Para sineas dokumenterpun dituntut untuk lebih bisa kreatif lagi dalam mengemas karya-karya dokumenternya, baik dalam bentuk maupun gaya dari kemasan film dokumenter itu sendiri.
Film dokumenter merupakan bagian dari sebuah jurnalistik, karena mengandung nilai berita dan pesan-pesan tertentu didalamnya. Kehadiran media televisi mau tidak mau memaksakan sineas dokumenter untuk mengemas dokumenter agar bisa ditayangkan di media televisi dimana selama ini dokumenter lebih cenderung hanya untuk ditayangkan di layar lebar saja. Produksi program televisi yang sifat dasarnya dalah bertujuan untuk komersial seperti halnya barang dagangan, maka para sineas dokumenterpun mengemas atau membagi dokumenter menjadi 2 (dua) bentuk yang berbeda yaitu : film dokumenter untuk ditayangkan di layar lebar dan dokumenter televisi untuk ditayangkan di media televisi. Apa yang membedakan keduanya? Film dokumenter pada umumnya berdurasi lebih panjang, cenderung menggunakan semua tipe shot, dan biasanya ditayangkan di bioskop atau festival-festival. Sedangkan dokumenter televisi berdurasi lebih pendek, mengikuti selera pasar, dan leih banyak menggunakan shot close up dan medium saja karena media tayang yang kecil yaitu media televisi.
Program dokumenter dapat dipandang sebagai suatu bentuk laporan hasil investigasi atas suatu kejadian atau peristiwa, baik berkaitan dengan bidang sejarah maupun kebudayaan. Perkembangan film dokumenter dalam hal bentuk dan pendekatan tentu berkaitan dengan perkembangan media audio-visual dan industri film saat ini. Kemajuan teknologi elektronik dan informasi memudahkan peneliti, sineas atau siapa saja orang yang berminat, untuk mendokumentasikan berbagai hal yang dilihat, dialami, dan ingin diketahui lebih jauh dalam bentuk audio-visual. Hal inilah yang membuat karya dokumenter bisa masuk mulai dari layar televisi hingga layar lebar ataupun bioskop. Sebuah program dokumenter  telah menjadi salah satu unsur penting dalam performa penyiaran televisi.
Pemirsa televisi dapat menerima ketika menonton tayangan dokumenter sebagai kenyataan baru yang kompleks, bahkan bercampur dengan kenyataan sejarah dan sedikit adanya pengembangan kreatifitas yang dikonstruksi oleh sutradara. Dokumenter televisi memberikan warna baru sebagai hiburan televisi yang selama ini banyak menayangkan film-film ceria fiksi. Dokumenter merupakan film nonfiksi yang berangkat  dari sebuah kisah nyata. Sedangkan film cerita merupakan film fiksi, dimana sineasnya bebas menuliskan cerita dramatik atau naratif sesuai dengan apa yang diinginkan. Jika dilogikakan program dokumenter sebenarnya juga memiliki unsur naratif  dan dramatik karena sifatnya yang memang menuturkan sebuah kisah atau cerita nyata.
Pada prinsipnya program dokumenter dalam tayangan televisi adalah merupakan bentuk-bentuk pengembangan dari format program jurnalistik yang selama ini telah banyak dikenal dan terdiri dari beberapa kategori, yaitu feature, megazine, berita aktual/reportase, dokumenter televisi, dan dokumenter seri televisi. 

Feature
Feature termasuk dari jenis reportase yang dikemas secara lebih mendalam, luas, dan disertai dengan sedikit sntuhan human interest agar memiliki nilai dramatika. Feature biasanya menyuguhkan topik-topik tertentu yang dilengkapi dengan wawancara, komentar, dan narasi. Feature tidah hanya ada didalam siaran televisi saja, akan tetapi dalam siaran radio dan media cetakpun mengenal dan menggunakan jenis berita yang seperti ini.

Megazine
Megazine ini merupakan paket berita yang ada pada siaran radio maupun televisi, yang menyuguhkan satu hingga tiga topik. Pada awalnya megazine ini biasa disebut sebagai majalah udara di radio, yang merupakan gabungan dari uraian-uraian fakta dan opini yang dirangkai dalam suatu bentuk mata acara.

Dokumenter Televisi
Dokumenter televisi menghadirkan tema dan topik tertentu yang disajikan dengan gaya bercerita menggunakan narasi dan ilustrasi musik yang bermaksud untuk menunjang gambar visualnya. Dokumenter televisi memiliki nuansa dan orientasi yang luas, mulai dari sebab akibat sebuah proses kejadian yang diketengahkan sebagai isinya. Dokumenter televisi juga ditentukan durasinya, yang pada umumnya adalah 24 menit, 48 menit atau 54 menit, akan tetapi untuk di Indonesia kebanyakan mengeas dalam durasi 24 menit untuk durasi tayang 30 menit dimana 24 menit program dokumenter itu sendiri dan 6 menit untuk tayangan iklan.

Dokumenter Seri Televisi
Pada umumnya tema dari dokumenter seri ini adalah mengenai sejarah, ilmu pengetahuan, potret, yang terkadang dikemas menggunakan gaya tutur perbandingan atau kontradiksi. Format dokumenter ini merupakan sajian dokumenter yang berdurasi panjang, dibagi menjadi beberapa subtema atau episode/seri.

Thursday, August 16, 2012

SEKEDAR REFLEKSI DARI FILM DOKUMENTER


REFLEKSI apa itu FILM DOKUMENTER
Sigit Surahman

Dokumenter dibuat berdasarkan tema tertentu, sehingga dokumenter itu pada dasarnya dibuat untuk menjawab masalah tertentu yang ada dalam pikiran pembuatnya. Selain itu dokumenter juga menggambarkan sudut pandang atau perspektif pembuatnya terhadap suatu realitas. Sebagian fakta dalam program dokumenter cukup diketahui dalam garis besar, yang penting adalah inti cerita atau pesan bisa tersampaikan, namun ada pula fakta yang memerlukan perhatian lebih cermat dan mendetail.
Program dokumenter dapat dipandang sebagai suatu bentuk laporan hasil investigasi atas suatu kejadian atau peristiwa, baik berkaitan dengan bidang sejarah maupun kebudayaan. Perkembangan film dokumenter dalam hal bentuk dan pendekatan tentu berkaitan dengan perkembangan media audio-visual dan industri film saat ini.[1] Kemajuan teknologi elektronik dan informasi memudahkan peneliti, sineas atau siapa saja orang yang berminat, untuk mendokumentasikan berbagai hal yang dilihat, dialami, dan ingin diketahui lebih jauh dalam bentuk audio-visual. Hal inilah yang membuat karya dokumenter bisa masuk mulai dari layar televisi hingga layar lebar ataupun bioskop. Sebuah program dokumenter  telah menjadi salah satu unsur penting dalam performa penyiaran televisi. Dalam hal ini yang berkenaan dengan peran kritis informasi publiknya, sebagai sumber pengetahuan, kesenangan, pendidikan, dan kebutuhan penonton televisi akan bentuk hiburan baru. 

Documentary contains elements of the informative/educational as well as of popular entertainment. These two last combinations entail a certain amount of discreet help.[2]

        Pada prinsipnya setiap film adalah film dokumenter. Bahkan yang paling aneh dari fiksi memberikan bukti dari budaya yang diproduksi dan mereproduksi kemiripan dari orang yang melakukan di dalamnya.
Setiap jenis dokumenter menceritakan sebuah cerita, tapi cerita-cerita, atau narasi dari jenis yang berbeda. Dokumenter-pemenuhan keinginan adalah apa yang biasanya kita sebut untuk memberikan ekspresi nyata keinginan dan impian kita. Sineas film dokumenter membuat karya-karya berangkat dari imajinasi ataupun pengalamaan pribadi yang memberikan rasa apa yang diinginkannya. Film dokumenter adalah film yang mengungkapkan kebenaran, wawasan, dan perspektif pembuatnya. Dokumenter menawarkan dunia bagi para sineas untuk mengapresiasi, menggali dan merenungkan, atau mungkin hanya bersenang-senang bergerak dari dunia di sekitar  untuk lain dunia yang tak terbatas.
Dokumenter merupakan representasi sosial masyarakat yang kita biasanya disebut film nonfiksi. Film dokumenter ini memberikan representasi yang nyata untuk aspek dunia kita, yang sudah kita tinggali sejak lama dan saling tempat dimana kita saling berbagi. Sineas dokumenter membuat karya-karyanya dari realitas sosial yang terlihat dan tedengar dengan cara yang khas, sesuai dengan prespektif, pemilihan, dan bagaaimana pengemasan yang dilakukan oleh seorang filmmaker.
Mereka memberikan rasa pada setiap karya film dokumenter sesuai dengan apa hasil riset tentang masa lalu objek, keadaan objek pada masa sekarang, atau bahkan dari apa kemungkinan-kemungkinan yang akan datang. Film ini juga menyampaikan kebenaran, pernyataan, perspektif, dan argumen pembuatnya dalam kaitannya dengan objek penciptaan.
Dokumenter sebagai bentuk penawaran representasi sosial baru. Pandangan yang seperti ini untuk mengeksplorasi dan memahami dokumenter itu sendiri. Sebagai cerita, film dari kedua Jenis panggilan kita untuk menginterpretasikannya, dan sebagai "benar cerita, "film memanggil kita untuk percaya. Interpretasi adalah masalah menggenggam bagaimana bentuk atau organisasi film menyampaikan makna dan nilai-nilai. Kepercayaan adalah pertanyaan dari tanggapan kita terhadap makna tersebut dan dapat values. Kita percaya pada kebenaran fiksi maupun yang non-fiksi. Realita di film dokumenter bisa diterima karena film-film ini seringkali dimaksudkan untuk menitik beratkan pada sejarah dunia sendiri, nilai sosial, dan untuk melakukannya harus bisa mengarahkan atau meyakinkan kita bahwa satu sudut pandang atau pendekatan yang dilakukan pembuatnya lebih baik daripada orang lain.


[1] Gotot Prakosa, 2008, Film Pinggiran,Antologi film pendek, Film eksperimental, dan Film Dokumenter, YSVI Jakarta, hlm. 135.
[2] Jeremy Tunstal, 1993, Television Produer, Routledge USA & Canada, hlm 34.

Wednesday, August 15, 2012

MENULIS BERITA UNTUK TELEVISI


Menulis Berita Untuk Televisi

Televisi adalah sebuah pengalaman yang kita terima begitu saja. Kendati demikian, televisi juga merupakan sesuatu yang membentuk cara berpikir kita tentang dunia.[1] Perkembangan televisi sebagai media massa begitu pesat dan sangat dapat dirasakan manfaatnya. Dalam waktu yang relatif singkat, televisi dapat menjangkau wilayah dan jumlah penonton yang tidak terbatas.[2] Dewasa ini televisi telah menjadi salah satu bentuk media komunikasi sosial yang populer dan berkembang luas di masyarakat.  Terutama dalam masyarakat industri maju, situasi nyaris sangat universal hampir setiap rumah memiliki lebih dari satu pesawat televisi.
Media televisi adalah media yang kompleks. Tidak seperti radio atau media cetak, pemirsa harus bergulat dengan gambar yang bergerak dengan cepat an suara sebagai tambahan bagi informasi faktual yang disampaikan melalui voice over reporter dan beragam sync atau soundbite. Karena itu penting bagi jurnalis televisi untuk menghindari pembebanan yang lebih berat melalui bahasa yang rumit atau voice over yang terlalu banyak.
Peraturannya adalah : coba untuk membuatnya sesederhana dan semanusiawi mungkin. Mengudaralah untuk bisa dimengerti rakyat kecil, dan bukan untuk para profesor. Dengan begitu kita bisa membuat semua pihak, mulai dari rakyat kecil hingga para profesor, merasa senang.
Beberapa prinsip jurnalistik yang diterapkan di radio atau media cetak terkadang dapat menjadi penghalang bagi mereka yang belum berpengalaman menulis untuk televisi. Banyak reporter yang ternyata sulit untuk meninggalkan gaya menulis koran, ketika ia pindah bekerja di televisi. Menulis untuk televisi jelas berbeda dengan menulis untuk koran atau media lainnya, menulis naskah televisi yang baik memerlukan keahlian yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya.
Perbedaan utama reporter televisi dengan reporter media lainnya dalam menulis naskah berita terletak pada faktor gambar atau visual yang harus diperhitungkan seorang reporter televisi ketika ia menulis naskah berita. Seorang reporter televisi harus mempertimbangkan gambar-gambar yang akan digunakannya sebelum ia menulis naskah berita. Gambar-gambar itu akan menentukan cara reporter menulis berita untuk televisi, dan hal itu tidak ditemui pada reporter media lainnya. Jadi narasi atau skrip berita itu hanya sebagian dari berita televisi sedangkan sebagian lainnya adalah gambar, keduanya sama pentingnya dan saling mengisi. Seorang reporter televisi harus menulis berdasarkan gambar (write to video).
Adanya gambar atau visual ini sebenarnya sangat membantu pekerjaan reporter ketika menulis naskah berita. Reporter televisi tidak perlu menjelaskan segala sesuatunya dengan terlalu rinci karena sebagian besar fakta telah dijelaskan dengan gambar. Karena itu penting bagi reporter televisi untuk menghindari pembenanan naskah yang terlalu panjang atau bahasa yang rumit. Inilah salah satu perbedaan prinsip antara jurnalisme televisi dan jurnalisme media lainnya.
Prinsip utama ketika menulis naskah beriat televisi adalah bahasa yang sederhana. Pada pokoknya semakin sederhana suatu naskah berita amka akan semakin baik. Bahasa yang sederhana akan dimengerti semua orang. Stasiun televisi CNN menyatakan bahwa berita itu harus : “to be understood by the truck driver while not insulting the professor’s intelegence,” (berita harus dapat dimengerti oleh sopir truk namun tanpa harus merendahkan kecerdasan sang profesor). Pada pokoknya, reporter dan penulis naskah berita harus berusaha menulis narasinya semenarik mungkin sesuai dengan isi dan esensi berita yang disampaikan. 
Penonton televisi menggunakan dua indranya sekaligus, yaitu mata dan telinga ketika menonton berita televisi. Tidak demikian halnya dengan media lainnya yang hanya menggunakan salah satu dari kedua indra tersebut. Pada saat menonton televisi mata menerima gambar yang muncul di layar, dan telinga menangkap suara apapun yang keluar dari televisi. Apa yang diterima oleh mata dam apa yang diterima oleh telinga pada prinsipnya harus sinkron, seiring sejalan, saling mengisi, dan saling menjelaskan. Jika apa yang diterima kedua indra tersebut tidak cocok atau saling bertentangan, maka akan menimbulkan kebingungan. Jika apa yang disebutkan dalam naskah tidak sesuai dan tidak sejalan dengan gambar yang dilihat , maka hal itu merupakan gangguan bagi penonton.
Secara umum terdapat sejumlah tips yang bisa digunakan dalam menulis berita untuk televisi secara umum, yaitu :
  1. Gunakan kata-kata sederhana.
  2. Hindari penggunaan kalimat rumit dengan anak kalimat.
  3. Hindari komplikasi yang tak perlu. “undang-undang penyiaran” lebih baik daripada “pasal 22 ayat 1 dalam undang-undang penyiaran”.
  4. Gunakan bahasa percakapan (menceritakan, bukan menulis).
  5. Hindari kata sifat, karena gambar sudah bisa mewakili
  6. Hindari opini.
  7. Tinggalkan semua kecuali hanya fakta-fakta penting.
  8. Hindari bahasa resmi. Dokumen atau laporan resmi tidak dapat diterjemahkan untuk televisi.
  9.  Hindari kata-kata klise.
  10. Kapan pun dimungkinkan, sederhanakan fakta dan angka. Sebagai contoh : “Jumlah korban gempa bumi mendekati seribu orang”, lebih baik daripada “Jumlah korban gempa bumi berjumlah sembilan ratus sembilan puluh lima”

Ragam Bahasa Tutur          
Seperti juga jurnalistik cetak, maka jurnalistik elektronik juga menggunakan standar Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Bahasa Indonesia. Tapi karena jurnalistik elektronik, baik televisi maupun radio memiliki sifat intimacy (kedekatan/intim) maka bila media cetak menekankan pada aspek bahasa formal,  media radio atau televisi menekankan pada aspek bahasa informal. Bila bahasa formal diartikan sebagai bahasa tulis yang kaku dan tidak menimbulkan intimacy kecuali dalam penulisan khas seperti feature, maka bahasa informal merupakan bahasa tutur yang memungkinkan terjadinya kontak antara komunikator dalam hal ini news anchor, dengan komunikan (audience).
            Dalam penggunaan Bahasa Indonesia di bidang jurnalistik diberlakukan ketentuan ekonomi kata, dimana kata-kata yang dianggap mubazir ditiadakan.  Kata mubazir adalah kata dalam susunan kalimat yang jka dihilangkan tidak akan mengubah makna dari kalimat itu.
            Dalam menyusun naskan berita televisi dan radio perlu diperhatikan pendapat sejumlah tokoh, yaitu :
  1. Soren H Munhoff dalam The Five Star Approach to News Writing, ”penyusunan naskan untuk karya jurnalistik harus tepat, ringkas, jelas, sederhana, dan dapat dipercaya”. 
  2. Irving E. Fang tentang ELF (Easy Listening Formula), ”susunan kalimat yang kalau diucapkan, enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.”. Agar susunan kalimat memenuhi formula ELF, perlu diusahakan tiap kalimat tidakmenggunakan lebih dari 20 kata.

Askurifai Baskin dalam buku Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik  menyebut beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan jika menyusun naskah karya jurnalistik penyiaran, yaitu :
  1. Pilih kata yang tepat dan pendek. Misalnya kata ’meninggal seketika’ dan ’tewas’, pilih kata ’tewas’.
  2. Hilangkan kata yang mubazir. Kata mubazir adalah kata yang bila dihapus atau ditiadakan, tidak akan mengubah pengertian atau makna kalimat.
  3. Gunakan selalu kalimat aktif.
  4. Hindari penggunaan kata-kata asing. Jika bersifat teknis dan terpaksa digunakan, harus dijelaskan maknanya.
  5. Jangan gunakan kalimat klise pada awal naskah. Kalimat klise adalah kalimat yang maknanya sudah bersifat umum.
  6. Hindari penggunaan kalimat majemuk.

Dalam jurnalistik televisi, struktur bahasa yang digunakan penyiar berita biasanya lebih bersifat formal dibandingkan oleh reporter penyaji berita saat menyampaikan berita secara langsung (live on screen).
Contoh dalam naskah berita penyiar:
”Kebakaran melanda kawasan Serpong Tangerang, menyebabkan 20 orang tewas, 31 orang luka-luka dan 300 keluarga kehilangan tempat tinggal. Untuk mengetahui laporan selengkapnya, berikut laporan reporter kami langsung dari lokasi kejadian.”

Reporter on screen :
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun bahasa tutur :
    1. Struktur kalimat informal.
    2. Pilih kata yang sederhana.
    3. Susunan kalimat ringkas dan sederhana.
    4. Makna kata dan kalimat mudah dipahami.
    5. Berpegang pada prinsip easy listening yang maknanya enak didengar, dan mudah dipahami pada pendengaran pertama.
    6. Tidak menyajikan isi pesan secara terperinci karena pesan hanya didengar sekilas oleh khalayak.

Soewardi Idris merumuskan beberapa tip bahasa untuk penulisan berita televisi, yaitu :
  1. Sederhana, tidak bercampur aduk dengan kata-kata asing atau kata-kata yang kurang dikenal oleh rata-rata penonton. Kata-kata asing yang kita temui di surat kabar dapat kita cari artinya dalam kamus, tetapi kata-kata asing yang tidak dipahami dalam berita televisi tidak mungkin kita cari dalam kamus karena berita dibacakan tanpa menunggu kita.
  2. Kalimat-kalimat pendek, langsung pada sasaran dan tidak berbelit-belit. Sebab bilakalimat-kalimat panjang di media cetak bisa kita baca berulang-ulang untuk kita pahami, tapi kalimat-kalimat pada berita televisi tidak bisa direnungi untuk memahami maknanya, karena pembaca berita tidak berhenti.

Menulis Voice Over (VO)
           
            Menulis berita pada dasarnya adalah proses merangkum dan memilih sejumlah fakta terpenting yang akan membantu reporter atau penulis naskah untuk mengungkapkan atau menceritakan suatu peristiwa. Menulis naskah voice over menjadi tantangan terbesar bagi seorang jurnalis televisi yang belum berpengalaman, karena prinsip yang diterapkan di radio atau media cetak kadangkala dapat menjadi penghalang ketika menulis untuk TV. Menulis voice over yang baik memerlukan keahlian yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya. Beberapa jurnalis TV  bahkan ada yang tidak pernah mencapainya.
            Hubungan antara voice over reporter dan sync tidak boleh membingungkan. Dalam voice over, kita memberikan fakta tanpa memberikan opini atau sikap. Jika kita menginginkan adanya pendapat, komentar, atau emosi yang kuat, berikannya pada para pemain di cerita tersebut, misalnya sync atau soundbite.
            Dalam hal yang sama, sync atau soundbite juga tidak akan memberikan informasi aktual yang datang dari reporter : reporter memberikan fakta; sync atau soundbite memberikan komentar tentang fakta tersebut.
            Terdapat sejumlah prinsip yang harus diperhatikan ketika tengah menulis naskah voice over, yaitu :
  1. Jangan mengulangi informasi dari intro dalam voice over pertama (misalnya sebelum sync pertama)! Ingatlah bahwa berita dimulai di awal intro dan awal dari voice over merupakan kelanjutannya.
  2. Jangan menulis pertanyaan untuk voice over. Akan berkesan bahwa kita menuliskan pertanyaan yang sesuai dengan jawabannya. Jika Anda perlu memperdengarkan pertanyaan agar pernyataan yang muncul  terkesan masuk akal, gunakan pertanyaan yang terdengar dalam shot yang tampil.
  3. Jangan memberikan nama orang sebelum sync mereka. Di televisi kita memiliki Aston/Super untuk menghindari praktik seperti ini. Pengecualiannya tentu saja ketika kita menyajikan contoh seorang anggota masyarakat untuk mewakili peristiwa (disebut ’human example’). Dalam kasus ini kita memberikan nama orang tersebut ketika ia pertama kali muncul dalam sekuen set-up.
  4. Hindari daftar. Jika anda memiliki gambar anak-anak bermain bola, jangan bilang : sepak bola, tennis, golf, voli, dan basket, adalah seluruh olahraga yang dianjukan oleh Kepala Sekolah. Katakan saja ”....beragam olahraga, atau  : olahraga seperti sepak bola.
  5. Jangan mengulang apa yang tampak jelas dalam gambar dengan kata-kata. Bila menampilkan gambar sebuah bendera berkibar setengah tiang katakan : ”Desa ini sedang berduka”, jangan ”Bendera dikibarkan setengah tiang”. Jika sebuah bom menghancurkan sebuah gedung, katakan : ”Ini adalah serangan keempat oleh pengebom dalam beberapa bulan”, jangan ”Para pengebom menghancurkan gedung tersebut”. Tambahkan informasi yang berhubungan.
  6. Tulislah seringan mungkin, membuat kalimat terbaca dengan singkat dan mudah. Berikan jeda untuk suara asli.
  7. Selalu coba untuk mengingat bahwa stand up merupakan bagian dari narasi reporter, jadi jangan mengulangi informasi dalam voice over yang mengikuti atau mendahului stand up.
  8. Jangan menyampaikan informasi yang rumit. Berita televisi tidak bisa memuat lebih dari dua atau tiga pokok pikiran dalam tiap sekuen gambar.
  9. Jangan terlalu detil dalam voiceover. Misalnya hindari menggambarkan setiap kalimat atau kata. Contoh: Menteri Dalam Negeri (shot mendagri)meminta wakilnya (shot wakilnya) untuk membacakan laporan (shot laporan), yang menekankan masalah kepolisian.(shot polisi) yang disebabkan oleh ketidakmampuan para pendahulunya (shot para pendahulu).
  10. Ingatlah bahwa voice over terakhir harus mengantarkan ke akhir paket! Coba untuk menghidari klise tak bermakna seperti :”hanya waktu yang akan membuktikan.....” atau ”Kita tunggu saja perkembangannya.” 


[1] Greame Burton, 2007, Membincangkan Televisi, Di terjemahkan Laily Rahmawati,  Jalasutra, Yogyakarta dan Bandung, hlm. 7.
[2] Darwanto Sastro Subroto, 2007, Televisi Sebagai Media Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 26.

perjalanan