Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda atau
teori tentang pemberian tanda. Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori
filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol
sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan
informasi. Semiotika meliputi tanda-tanda visual dan verbal (semua tanda atau
sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita
miliki), ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara
sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan
dan perilaku manusia.
Semiotika adalah studi mengenai tanda (sign) dan simbol yang merupakan tradisi
penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori
utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan,
dan sebagainya yang berada di luar diri. Studi ini tidak saja memberikan jalan
atau cara dalam mempelajari komunikasi tetapi juga memiliki efek besar pada
setiap aspek (prespektif) yang digunakan dalam teori komunikasi (Morissan, 2013:32).
Semiotika ini merupakan salah satu tradisi dalam ilmu
komunikasi yang menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan
itu merupakan tanda-tanda, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda atau
simbol-simbol tersebut mempunyai arti atau makna. Semiotika menurut Charles S.
Peirce dalam Fiske, 1990 dan Littlejohn 1998, semiotika berangkat dari tiga
elemen utama yakni teori segitiga makna atau triangle meaning. Yang dikupas teori segitiga ini adalah persoalan
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada
waktu berkomunikasi (Kriyantono, 2012:267).
Berikut tabel hubungan tanda, objek, dan interpretant (triangle of meaning) :
Tabel 2.2. : Triangle of Meaning
Sign
Interpretant Object
Sumber
: Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset
Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2012 : 268.
a.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik
yang dapat diungkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini
disebut objek.
b.
Acuan tanda (objek) adalah konteks sosial
yang menjadi referensi tanda atau suatu yang dirujuk tanda.
c.
Pengguna tanda (interpretant) adalah konsep
pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda.
Semiotika atau penyelidikan simbol-simbol, membentuk
tradisi pemikiran yang penting dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri
atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda,
ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri
(Littlejohn dan Foss, 2011:53).
Pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks
semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure meletakkan tanda dalam
konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilihan antara apa yang disebut signifier (penanda) adalah bunyi yang
bermakna atau coretan yang yang bermakna (aspek material), yakni apa yang
dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified
(petanda) adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental
dari bahasa. Saussure menggambarkan
tanda yang terdiri atas signifier dan
signified itu dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
Tabel
2.3. : Elemen-Elemen Makna Saussure
Sign
Composed of
Signification
Signifier Plus Signified External reality
(physical (metal of meaning
existence concept)
of
the sign)
Sumber
: John Fiske, Introduction to
Communication Studies, 1990 : 44 dalam Alex Sobur, Analisis Teks Media, Remeja Rosda Karya, Bandung, 2009 : 125)
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir
strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussure.
Ia juga seorang intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen
penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes meneruskan
pemikiran Saussure tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan
pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam
teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan
Barthes ini dikenal dengan “order of
significations”.
Tatanan Pertandaan (Order
of Signification) terdiri dari :
a.
Denotasi
adalah diskripsi dasar, makna kamus dari sebuah kata atau terminologi atau
objek (literal meaning of a term or
object).
b.
Konotasi
adalah makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi (the cultural meaning that become attached to
a term).
c.
Metafora
merupakan alat untuk mengkomunikasikan sebuah analogi atau sebuah perumpamaan
yang didasarkan pada identitas.
d.
Simili
adalah sebuah subkategori metafora dengan menggunakan kata-kata “seperti”.
e.
Metomini
adalah cara mengomunikasikan dengan asosiasi yang dibuat dengan cara
menghubungkan sesuatu yang kita ketahui dengan sesuatu yang lain.
f.
Synecdoche
adalah sebuah subkategori metomini yang memberikan makna “keseluruhan” atau
“sebaliknya”.
g.
Intertextual
adalah hubungan antarteks saling bertukar satu dengan yang lain, sadar maupun
tidak sadar (Kriyantono, 2012:272-273)
Semiotika kini tidak saja sebagai sebuah
cabang keilmuan yang berorientasi metode
kajian (decoding) tetapi juga sebagai metode penciptaan (encoding). Semiotika ini berkembang menjadi sebuah model atau paradigma bagi
berbagai bidang keilmuan yang sangat luas, yang menciptakan cabang-cabang
semiotika khusus, di antaranya adalah semiotika binatang (zoo semiotics), semiotika kedokteran, (medical semiotics), semiotika arsitektur, semiotika seni, semiotika
fashion, semiotika film, semiotika sastra, semiotika televisi, termasuk semiotika
desain.
Terobosan penting pada semiotika adalah diterimanya
penerapan konsep-konsep linguistik ke dalam fenomena lain yang bukan hanya
bahasa tertulis; yang dalam pendekatan ini lantas diandaikan sebagai teks. Oleh
karena itu, dalam kaitannya dengan produk media, seluruh tampilan media baik
dalam bentuk tulisan, visual, audio, bahkan audiovisual sekalipun akan dianggap
sebagai teks. Tak terlepas juga berlaku untuk film yang juga merupakan karya
audiovisual.
Seiring perkembangannya, pengaruh film semakin kuat bagi
kehidupan individu maupun sosial. Hal ini kemudian membuat film dikaji secara
mendalam. Setiap gambar yang tersorot di layar dicari maknanya dan apa maksud
tujuannya ditampilkan. Karenanya diperlukan pisau bedah khusus untuk mengkaji
film. Studi tentang media massa, termasuk film, bisa dilakukan dengan banyak
cara. Para ahli komunikasi sudah melakukannya sepanjang abad lalu, mulai dengan
memakai pendekatan fungsionalis, pendekatan Marxist, hingga teori hegemoni
media. Semua pendekatan itu sekedar alat, peneliti bebas memilih pendekatan
atau teori sesuai dengan tujuan penelitiannya. Cultural Studies (kajian
budaya) sebagai disiplin ilmu kerap mengkaji film dengan pendekatan misalnya
representasi, ideologi, hingga budaya pop. Semiotika adalah instrumen pembuka
rahasia teks dan penandaan, karena semiotika adalah puncak logis dari apa yang
disebut Derrida sebagai “logosentrisme” budaya Barat: rasionalitas yang
memperlakukan makna sebagai konsep atau representasi logis yang merupakan
fungsi tanda sebagai ekspresi (Culler, 1981:40 dalam Kurniawan, 2001:12)
No comments:
Post a Comment