Thursday, August 16, 2012

SEKEDAR REFLEKSI DARI FILM DOKUMENTER


REFLEKSI apa itu FILM DOKUMENTER
Sigit Surahman

Dokumenter dibuat berdasarkan tema tertentu, sehingga dokumenter itu pada dasarnya dibuat untuk menjawab masalah tertentu yang ada dalam pikiran pembuatnya. Selain itu dokumenter juga menggambarkan sudut pandang atau perspektif pembuatnya terhadap suatu realitas. Sebagian fakta dalam program dokumenter cukup diketahui dalam garis besar, yang penting adalah inti cerita atau pesan bisa tersampaikan, namun ada pula fakta yang memerlukan perhatian lebih cermat dan mendetail.
Program dokumenter dapat dipandang sebagai suatu bentuk laporan hasil investigasi atas suatu kejadian atau peristiwa, baik berkaitan dengan bidang sejarah maupun kebudayaan. Perkembangan film dokumenter dalam hal bentuk dan pendekatan tentu berkaitan dengan perkembangan media audio-visual dan industri film saat ini.[1] Kemajuan teknologi elektronik dan informasi memudahkan peneliti, sineas atau siapa saja orang yang berminat, untuk mendokumentasikan berbagai hal yang dilihat, dialami, dan ingin diketahui lebih jauh dalam bentuk audio-visual. Hal inilah yang membuat karya dokumenter bisa masuk mulai dari layar televisi hingga layar lebar ataupun bioskop. Sebuah program dokumenter  telah menjadi salah satu unsur penting dalam performa penyiaran televisi. Dalam hal ini yang berkenaan dengan peran kritis informasi publiknya, sebagai sumber pengetahuan, kesenangan, pendidikan, dan kebutuhan penonton televisi akan bentuk hiburan baru. 

Documentary contains elements of the informative/educational as well as of popular entertainment. These two last combinations entail a certain amount of discreet help.[2]

        Pada prinsipnya setiap film adalah film dokumenter. Bahkan yang paling aneh dari fiksi memberikan bukti dari budaya yang diproduksi dan mereproduksi kemiripan dari orang yang melakukan di dalamnya.
Setiap jenis dokumenter menceritakan sebuah cerita, tapi cerita-cerita, atau narasi dari jenis yang berbeda. Dokumenter-pemenuhan keinginan adalah apa yang biasanya kita sebut untuk memberikan ekspresi nyata keinginan dan impian kita. Sineas film dokumenter membuat karya-karya berangkat dari imajinasi ataupun pengalamaan pribadi yang memberikan rasa apa yang diinginkannya. Film dokumenter adalah film yang mengungkapkan kebenaran, wawasan, dan perspektif pembuatnya. Dokumenter menawarkan dunia bagi para sineas untuk mengapresiasi, menggali dan merenungkan, atau mungkin hanya bersenang-senang bergerak dari dunia di sekitar  untuk lain dunia yang tak terbatas.
Dokumenter merupakan representasi sosial masyarakat yang kita biasanya disebut film nonfiksi. Film dokumenter ini memberikan representasi yang nyata untuk aspek dunia kita, yang sudah kita tinggali sejak lama dan saling tempat dimana kita saling berbagi. Sineas dokumenter membuat karya-karyanya dari realitas sosial yang terlihat dan tedengar dengan cara yang khas, sesuai dengan prespektif, pemilihan, dan bagaaimana pengemasan yang dilakukan oleh seorang filmmaker.
Mereka memberikan rasa pada setiap karya film dokumenter sesuai dengan apa hasil riset tentang masa lalu objek, keadaan objek pada masa sekarang, atau bahkan dari apa kemungkinan-kemungkinan yang akan datang. Film ini juga menyampaikan kebenaran, pernyataan, perspektif, dan argumen pembuatnya dalam kaitannya dengan objek penciptaan.
Dokumenter sebagai bentuk penawaran representasi sosial baru. Pandangan yang seperti ini untuk mengeksplorasi dan memahami dokumenter itu sendiri. Sebagai cerita, film dari kedua Jenis panggilan kita untuk menginterpretasikannya, dan sebagai "benar cerita, "film memanggil kita untuk percaya. Interpretasi adalah masalah menggenggam bagaimana bentuk atau organisasi film menyampaikan makna dan nilai-nilai. Kepercayaan adalah pertanyaan dari tanggapan kita terhadap makna tersebut dan dapat values. Kita percaya pada kebenaran fiksi maupun yang non-fiksi. Realita di film dokumenter bisa diterima karena film-film ini seringkali dimaksudkan untuk menitik beratkan pada sejarah dunia sendiri, nilai sosial, dan untuk melakukannya harus bisa mengarahkan atau meyakinkan kita bahwa satu sudut pandang atau pendekatan yang dilakukan pembuatnya lebih baik daripada orang lain.


[1] Gotot Prakosa, 2008, Film Pinggiran,Antologi film pendek, Film eksperimental, dan Film Dokumenter, YSVI Jakarta, hlm. 135.
[2] Jeremy Tunstal, 1993, Television Produer, Routledge USA & Canada, hlm 34.

Wednesday, August 15, 2012

MENULIS BERITA UNTUK TELEVISI


Menulis Berita Untuk Televisi

Televisi adalah sebuah pengalaman yang kita terima begitu saja. Kendati demikian, televisi juga merupakan sesuatu yang membentuk cara berpikir kita tentang dunia.[1] Perkembangan televisi sebagai media massa begitu pesat dan sangat dapat dirasakan manfaatnya. Dalam waktu yang relatif singkat, televisi dapat menjangkau wilayah dan jumlah penonton yang tidak terbatas.[2] Dewasa ini televisi telah menjadi salah satu bentuk media komunikasi sosial yang populer dan berkembang luas di masyarakat.  Terutama dalam masyarakat industri maju, situasi nyaris sangat universal hampir setiap rumah memiliki lebih dari satu pesawat televisi.
Media televisi adalah media yang kompleks. Tidak seperti radio atau media cetak, pemirsa harus bergulat dengan gambar yang bergerak dengan cepat an suara sebagai tambahan bagi informasi faktual yang disampaikan melalui voice over reporter dan beragam sync atau soundbite. Karena itu penting bagi jurnalis televisi untuk menghindari pembebanan yang lebih berat melalui bahasa yang rumit atau voice over yang terlalu banyak.
Peraturannya adalah : coba untuk membuatnya sesederhana dan semanusiawi mungkin. Mengudaralah untuk bisa dimengerti rakyat kecil, dan bukan untuk para profesor. Dengan begitu kita bisa membuat semua pihak, mulai dari rakyat kecil hingga para profesor, merasa senang.
Beberapa prinsip jurnalistik yang diterapkan di radio atau media cetak terkadang dapat menjadi penghalang bagi mereka yang belum berpengalaman menulis untuk televisi. Banyak reporter yang ternyata sulit untuk meninggalkan gaya menulis koran, ketika ia pindah bekerja di televisi. Menulis untuk televisi jelas berbeda dengan menulis untuk koran atau media lainnya, menulis naskah televisi yang baik memerlukan keahlian yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya.
Perbedaan utama reporter televisi dengan reporter media lainnya dalam menulis naskah berita terletak pada faktor gambar atau visual yang harus diperhitungkan seorang reporter televisi ketika ia menulis naskah berita. Seorang reporter televisi harus mempertimbangkan gambar-gambar yang akan digunakannya sebelum ia menulis naskah berita. Gambar-gambar itu akan menentukan cara reporter menulis berita untuk televisi, dan hal itu tidak ditemui pada reporter media lainnya. Jadi narasi atau skrip berita itu hanya sebagian dari berita televisi sedangkan sebagian lainnya adalah gambar, keduanya sama pentingnya dan saling mengisi. Seorang reporter televisi harus menulis berdasarkan gambar (write to video).
Adanya gambar atau visual ini sebenarnya sangat membantu pekerjaan reporter ketika menulis naskah berita. Reporter televisi tidak perlu menjelaskan segala sesuatunya dengan terlalu rinci karena sebagian besar fakta telah dijelaskan dengan gambar. Karena itu penting bagi reporter televisi untuk menghindari pembenanan naskah yang terlalu panjang atau bahasa yang rumit. Inilah salah satu perbedaan prinsip antara jurnalisme televisi dan jurnalisme media lainnya.
Prinsip utama ketika menulis naskah beriat televisi adalah bahasa yang sederhana. Pada pokoknya semakin sederhana suatu naskah berita amka akan semakin baik. Bahasa yang sederhana akan dimengerti semua orang. Stasiun televisi CNN menyatakan bahwa berita itu harus : “to be understood by the truck driver while not insulting the professor’s intelegence,” (berita harus dapat dimengerti oleh sopir truk namun tanpa harus merendahkan kecerdasan sang profesor). Pada pokoknya, reporter dan penulis naskah berita harus berusaha menulis narasinya semenarik mungkin sesuai dengan isi dan esensi berita yang disampaikan. 
Penonton televisi menggunakan dua indranya sekaligus, yaitu mata dan telinga ketika menonton berita televisi. Tidak demikian halnya dengan media lainnya yang hanya menggunakan salah satu dari kedua indra tersebut. Pada saat menonton televisi mata menerima gambar yang muncul di layar, dan telinga menangkap suara apapun yang keluar dari televisi. Apa yang diterima oleh mata dam apa yang diterima oleh telinga pada prinsipnya harus sinkron, seiring sejalan, saling mengisi, dan saling menjelaskan. Jika apa yang diterima kedua indra tersebut tidak cocok atau saling bertentangan, maka akan menimbulkan kebingungan. Jika apa yang disebutkan dalam naskah tidak sesuai dan tidak sejalan dengan gambar yang dilihat , maka hal itu merupakan gangguan bagi penonton.
Secara umum terdapat sejumlah tips yang bisa digunakan dalam menulis berita untuk televisi secara umum, yaitu :
  1. Gunakan kata-kata sederhana.
  2. Hindari penggunaan kalimat rumit dengan anak kalimat.
  3. Hindari komplikasi yang tak perlu. “undang-undang penyiaran” lebih baik daripada “pasal 22 ayat 1 dalam undang-undang penyiaran”.
  4. Gunakan bahasa percakapan (menceritakan, bukan menulis).
  5. Hindari kata sifat, karena gambar sudah bisa mewakili
  6. Hindari opini.
  7. Tinggalkan semua kecuali hanya fakta-fakta penting.
  8. Hindari bahasa resmi. Dokumen atau laporan resmi tidak dapat diterjemahkan untuk televisi.
  9.  Hindari kata-kata klise.
  10. Kapan pun dimungkinkan, sederhanakan fakta dan angka. Sebagai contoh : “Jumlah korban gempa bumi mendekati seribu orang”, lebih baik daripada “Jumlah korban gempa bumi berjumlah sembilan ratus sembilan puluh lima”

Ragam Bahasa Tutur          
Seperti juga jurnalistik cetak, maka jurnalistik elektronik juga menggunakan standar Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Bahasa Indonesia. Tapi karena jurnalistik elektronik, baik televisi maupun radio memiliki sifat intimacy (kedekatan/intim) maka bila media cetak menekankan pada aspek bahasa formal,  media radio atau televisi menekankan pada aspek bahasa informal. Bila bahasa formal diartikan sebagai bahasa tulis yang kaku dan tidak menimbulkan intimacy kecuali dalam penulisan khas seperti feature, maka bahasa informal merupakan bahasa tutur yang memungkinkan terjadinya kontak antara komunikator dalam hal ini news anchor, dengan komunikan (audience).
            Dalam penggunaan Bahasa Indonesia di bidang jurnalistik diberlakukan ketentuan ekonomi kata, dimana kata-kata yang dianggap mubazir ditiadakan.  Kata mubazir adalah kata dalam susunan kalimat yang jka dihilangkan tidak akan mengubah makna dari kalimat itu.
            Dalam menyusun naskan berita televisi dan radio perlu diperhatikan pendapat sejumlah tokoh, yaitu :
  1. Soren H Munhoff dalam The Five Star Approach to News Writing, ”penyusunan naskan untuk karya jurnalistik harus tepat, ringkas, jelas, sederhana, dan dapat dipercaya”. 
  2. Irving E. Fang tentang ELF (Easy Listening Formula), ”susunan kalimat yang kalau diucapkan, enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.”. Agar susunan kalimat memenuhi formula ELF, perlu diusahakan tiap kalimat tidakmenggunakan lebih dari 20 kata.

Askurifai Baskin dalam buku Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik  menyebut beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan jika menyusun naskah karya jurnalistik penyiaran, yaitu :
  1. Pilih kata yang tepat dan pendek. Misalnya kata ’meninggal seketika’ dan ’tewas’, pilih kata ’tewas’.
  2. Hilangkan kata yang mubazir. Kata mubazir adalah kata yang bila dihapus atau ditiadakan, tidak akan mengubah pengertian atau makna kalimat.
  3. Gunakan selalu kalimat aktif.
  4. Hindari penggunaan kata-kata asing. Jika bersifat teknis dan terpaksa digunakan, harus dijelaskan maknanya.
  5. Jangan gunakan kalimat klise pada awal naskah. Kalimat klise adalah kalimat yang maknanya sudah bersifat umum.
  6. Hindari penggunaan kalimat majemuk.

Dalam jurnalistik televisi, struktur bahasa yang digunakan penyiar berita biasanya lebih bersifat formal dibandingkan oleh reporter penyaji berita saat menyampaikan berita secara langsung (live on screen).
Contoh dalam naskah berita penyiar:
”Kebakaran melanda kawasan Serpong Tangerang, menyebabkan 20 orang tewas, 31 orang luka-luka dan 300 keluarga kehilangan tempat tinggal. Untuk mengetahui laporan selengkapnya, berikut laporan reporter kami langsung dari lokasi kejadian.”

Reporter on screen :
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun bahasa tutur :
    1. Struktur kalimat informal.
    2. Pilih kata yang sederhana.
    3. Susunan kalimat ringkas dan sederhana.
    4. Makna kata dan kalimat mudah dipahami.
    5. Berpegang pada prinsip easy listening yang maknanya enak didengar, dan mudah dipahami pada pendengaran pertama.
    6. Tidak menyajikan isi pesan secara terperinci karena pesan hanya didengar sekilas oleh khalayak.

Soewardi Idris merumuskan beberapa tip bahasa untuk penulisan berita televisi, yaitu :
  1. Sederhana, tidak bercampur aduk dengan kata-kata asing atau kata-kata yang kurang dikenal oleh rata-rata penonton. Kata-kata asing yang kita temui di surat kabar dapat kita cari artinya dalam kamus, tetapi kata-kata asing yang tidak dipahami dalam berita televisi tidak mungkin kita cari dalam kamus karena berita dibacakan tanpa menunggu kita.
  2. Kalimat-kalimat pendek, langsung pada sasaran dan tidak berbelit-belit. Sebab bilakalimat-kalimat panjang di media cetak bisa kita baca berulang-ulang untuk kita pahami, tapi kalimat-kalimat pada berita televisi tidak bisa direnungi untuk memahami maknanya, karena pembaca berita tidak berhenti.

Menulis Voice Over (VO)
           
            Menulis berita pada dasarnya adalah proses merangkum dan memilih sejumlah fakta terpenting yang akan membantu reporter atau penulis naskah untuk mengungkapkan atau menceritakan suatu peristiwa. Menulis naskah voice over menjadi tantangan terbesar bagi seorang jurnalis televisi yang belum berpengalaman, karena prinsip yang diterapkan di radio atau media cetak kadangkala dapat menjadi penghalang ketika menulis untuk TV. Menulis voice over yang baik memerlukan keahlian yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya. Beberapa jurnalis TV  bahkan ada yang tidak pernah mencapainya.
            Hubungan antara voice over reporter dan sync tidak boleh membingungkan. Dalam voice over, kita memberikan fakta tanpa memberikan opini atau sikap. Jika kita menginginkan adanya pendapat, komentar, atau emosi yang kuat, berikannya pada para pemain di cerita tersebut, misalnya sync atau soundbite.
            Dalam hal yang sama, sync atau soundbite juga tidak akan memberikan informasi aktual yang datang dari reporter : reporter memberikan fakta; sync atau soundbite memberikan komentar tentang fakta tersebut.
            Terdapat sejumlah prinsip yang harus diperhatikan ketika tengah menulis naskah voice over, yaitu :
  1. Jangan mengulangi informasi dari intro dalam voice over pertama (misalnya sebelum sync pertama)! Ingatlah bahwa berita dimulai di awal intro dan awal dari voice over merupakan kelanjutannya.
  2. Jangan menulis pertanyaan untuk voice over. Akan berkesan bahwa kita menuliskan pertanyaan yang sesuai dengan jawabannya. Jika Anda perlu memperdengarkan pertanyaan agar pernyataan yang muncul  terkesan masuk akal, gunakan pertanyaan yang terdengar dalam shot yang tampil.
  3. Jangan memberikan nama orang sebelum sync mereka. Di televisi kita memiliki Aston/Super untuk menghindari praktik seperti ini. Pengecualiannya tentu saja ketika kita menyajikan contoh seorang anggota masyarakat untuk mewakili peristiwa (disebut ’human example’). Dalam kasus ini kita memberikan nama orang tersebut ketika ia pertama kali muncul dalam sekuen set-up.
  4. Hindari daftar. Jika anda memiliki gambar anak-anak bermain bola, jangan bilang : sepak bola, tennis, golf, voli, dan basket, adalah seluruh olahraga yang dianjukan oleh Kepala Sekolah. Katakan saja ”....beragam olahraga, atau  : olahraga seperti sepak bola.
  5. Jangan mengulang apa yang tampak jelas dalam gambar dengan kata-kata. Bila menampilkan gambar sebuah bendera berkibar setengah tiang katakan : ”Desa ini sedang berduka”, jangan ”Bendera dikibarkan setengah tiang”. Jika sebuah bom menghancurkan sebuah gedung, katakan : ”Ini adalah serangan keempat oleh pengebom dalam beberapa bulan”, jangan ”Para pengebom menghancurkan gedung tersebut”. Tambahkan informasi yang berhubungan.
  6. Tulislah seringan mungkin, membuat kalimat terbaca dengan singkat dan mudah. Berikan jeda untuk suara asli.
  7. Selalu coba untuk mengingat bahwa stand up merupakan bagian dari narasi reporter, jadi jangan mengulangi informasi dalam voice over yang mengikuti atau mendahului stand up.
  8. Jangan menyampaikan informasi yang rumit. Berita televisi tidak bisa memuat lebih dari dua atau tiga pokok pikiran dalam tiap sekuen gambar.
  9. Jangan terlalu detil dalam voiceover. Misalnya hindari menggambarkan setiap kalimat atau kata. Contoh: Menteri Dalam Negeri (shot mendagri)meminta wakilnya (shot wakilnya) untuk membacakan laporan (shot laporan), yang menekankan masalah kepolisian.(shot polisi) yang disebabkan oleh ketidakmampuan para pendahulunya (shot para pendahulu).
  10. Ingatlah bahwa voice over terakhir harus mengantarkan ke akhir paket! Coba untuk menghidari klise tak bermakna seperti :”hanya waktu yang akan membuktikan.....” atau ”Kita tunggu saja perkembangannya.” 


[1] Greame Burton, 2007, Membincangkan Televisi, Di terjemahkan Laily Rahmawati,  Jalasutra, Yogyakarta dan Bandung, hlm. 7.
[2] Darwanto Sastro Subroto, 2007, Televisi Sebagai Media Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 26.

Tuesday, August 14, 2012

PENENTU BERITA


PENENTU BERITA

Oleh
Sigit Surahman

Menentukan apakah suatu peristiwa memiliki nilai berita sesungguhnya merupakan tahap awal dari proses kerja redaksional. Seorang redaktur menentukan apa yang harus diliputi, sementara seorang reporter menentukan bagaimana cara meliputnya, karena ia berurusan dengan tahap pencarian/penghimpunan dan penggarapan berita.
Jadi prosesnya : redaktur menugaskan reporter  untuk meliput ; kemudian reporter tersebut mencari dan mengumpulkan hal-hal yang diperlukan. Dalam tahap ini dibiasakan menyusun suatu perencanaan dulu dengan membuat semacam check-list ( daftar periksa ) tentang apa-apa yang harus dikerjakan. Check-list semacam ini biasanya disebut ‘planningsheet’ yang isinya menyusun daftar sumber-sumber yang akan dihubungi, setelah lebih dulu membuat semacam abstarksi ( ringkasan ) dari peristiwa atau objek liputan.
Kalau diperlukan, reporter melakukan reset dokumentasi dan merancang dahan lain untuk penulisan, misalnya foto dan grafik.
Ketika tulisan reporter sampai dimeja redaktur, dilakukan penilaian layak atau kurang layaknya suatu berita untuk dimuat. Salah satu instrumen untuk nyeleksi kelayakan itu adalah seberapa kuat unsur-unsur nilai berita yang terdapat dalam beritanya.

Beat atau Wilayah Liputan
       Hampir di semua  surat kabar, desk kota merupakan desk yang paling banyak memiliki wartawan. Redaktur desk kota bertanggung jawab untuk peliputan seluruh kota dan kota-kota satelitnya, atau kota-kota kecil disekitarnya dan beberapa komunitas-komunitas yang terpencil. Misi redaktur kota adalah memastikan bahwa reporter-reporter atau wartwan-wartawannya memasukkan berita setiap harinya dan menjaga agar tak satupun peristiwa penti g dan menarik lolos. Dan tergantung dari berita-berita dan dimasukkan para reporternya itulah yang membedakan kepribadian 1 koran dengan koran-koran lainnya.
       Redaktur kota menegaskan reporter-reporter atau wartawan beat.  Beat artinya tempat tetap yang dikunjungi wartawan untuk mencari berita. Misalnya, seorang wartawan bisa secara tetap di tugaskan untuk meliput berta-berita pengadilan.maka dikatakan beat wartawan tersebut adalah pengadilan.
        Selain reporter beat, yang jadwal kerjanya tetap sama dari hari kehari, redaktur kota juga, memiliki sejumlah reporter yang ditugaskan meliput masalah-masalah yang tidak dikhususkan dalam satu bidang saja. Reporter semacam ini disebut reporter “ Pelaksana penugasan umum “
 .
Menggali Berita
      Istilah menggali berita seperti dikenal dalam praktik surat kabar di Indonesia adalah “ Menciptakan berita . “ Pengertian menciptakan berita ini tampaknya tumbuh dari pemahaman bahwa bagi seorang wartawan tidak ada istilah “ tidak ada berita “. Kalau tidak ada peristiwa atau kegiatan-kegiatan apapun yang dapat dijadikan bahan berita atau dalm dunia kewartawanan dikenal dengan istilah “ sepi berita “, maka biasanya wartawan harus menggali sendiri berita tersebut untuk di tulis menjadi berita.
      Pengertian menggali disini memiliki dua bentuk. Pertama, mencari aspek-aspek dalam kehidupan budaya atau sosial masyarakat atau dalam kegiatan pemerintahan yang dapat diangkat menjadi berita yang menarik perhatian hal layak.
       Menggali berita itu juga bias dilakukan ketika sumber berita enggan atau sulit memberikan informasi untuk sesuatu hal yang perlu diberitakan, misalnya tentang masalah pembelian senjata ke negara lain. Memang tidak ada undang-undang yang mewajibkan sumber cerita, baik pemerintah maupun swasta, untuk memberikan informasi yang diperlukan pers. Sumber berita mungkin tidak mau atau menolak memberikan informasi karena khawatir merugikan dirinya atau merugikan lembaga atau perusahaannya. Atau,bisa juga sumber berita menolak memberikan keterangan karena ia merasa tidak berwenang untuk memberikan keterangn pers, sehingga ia mengatakan bahwa pada yang lebih berwenang untuk memberikan keterangan yang diminta oleh wartawan. Kemungkinan lain ialah sumber berita lakukan gerakan tutup mulut untuk menyembunyikan kelakuan buruknya karena tidak ingin diketahui oleh umum.
       Dalam hal seperti di atas, wartawan terpaksa harus meninggali berita dengan membujuk sumber berita. Wartawan mengatakan kepada sumber berita bahwa sikapnya yang tetap menolak untuk memberikan keterangan itu justru akan merugikan dia. Atau,wartawan dapat mencari jalan lain untuk mendapatkan keterangan, misalnya dari sumber-sumber lain atau menggali fakta-fakta dari kejadian-kejadian lain yang ada hubungannya.

Sunday, August 12, 2012

part III "Dokumenter gaya Expository"



4.5. Konsep Tata Suara
Berbicara tentang film terkadang suara sering dianggap nomor sekian dan lebih mengutamakan gambar. Sebenarnya ketika membicarakan karya audio-visual, keduanya selalu dimunculkan. Faktor suara juga sama pentingnya untuk menguatkan gambar yang ditampilkan. Dokumenter gaya expository/eksposisi suara dari narator akan manjadi dominan, karena ini narator sebagai penutur tunggal secara keseluruhan dalam dokumenter, artinya narator disebut sebagai voice of God. Narasi sangat penting sebagai benang merah dari statement narasumber  serta penghubung diantara segmen-segmen program, selain itu narasi juga difungsikan sebagai penutur tunggal yang tentunya membutuhkan dukungan visual, stock footage dan statement dari narasumber.
An initial planning stage for the composer is to decide what progression of keys to use through the film, based on the emotional logic of the story itself. Especially when one kind of music takes over as a commentary upon another, the key of the one following must be related so that the transition is not jarring. This is true for all adjacent music sections, not just original scoring. A film may contain popular songs that the participants listen to in their car, and scored music must be appropriate in key. Any sound that is a part of their world is called diegetic sound.

Unsur suara lain yang perlu diperhatikan adalah ilustrasi musik yang nantinya juga turut mendukung dan membalut mood dari keseluruhan kemasan dokumenter ini. Beat yang menyesuaikan alur cerita dokumenter dengan penggunaan alat musik tradisional (gamelan) dan alunan gending Jawa menjadi pengiring disepanjang program, karena sutradara menggunakan musik untuk membalut alur cerita dokumenter dan  mengkondisikan mood penonton agar tidak merasakan bosan.
Following may be the film’s music, which of course the characters do not hear or react to, because this is part of the film’s authorial commentary and addressed to the audience. This is called non-diegetic sound.

4.6. Konsep Editing
Editing pada proses pascaproduksi merupakan finishing  yang sangat penting dalam sebuah produksi audio-visual. Proses editing ini mengacu pada susunan treatment yang sebelumnya telah dibuat oleh sutradara atau penulis naskah berdasarkan riset awal, hal ini dimaksudkan agar alur yang diinginkan terbangun/tersusun sesuai dengan konsep awal. Konsep editing dari dokumenter ini sendiri lebih cenderung menggunakan evidentiary editing yang menyusun dan menghadirkan pemotongan gambar-gambar sebagai pendukung dari argumen-argumen maupun narasi untuk lebih meyakinkan.
Konsep editing evidentiary ini akan didukung dengan teknik editing kompilasi untuk mempermudah penyampaian isi pesannya. Teknik editing ini dirasa cocok diterapkan pada program dokumenter ini, karena teknik editing kompilasi adalah teknik pemotongan-pemotongan gambar yang disusun berdasar editing script dan tidak terikat pada kontinuitas gambar, akan tetapi mendukung narasi dan statement. Teknik editing ini didukung suara yang dihubungkan oleh narasi secara berkesinambungan, narasi merangkum penuturan dan membentuk alur cerita yang sebelumnya hanya punya sedikit kemampuan untuk mempengaruhi pemirsa jika disajikan tanpa penjelasan suara.
They register defeat and prepare for the film’s solution: planned, green belt communities editing evidentiary. Instead of organizing cuts within a scene to present a sense of a single, unified time and space in which we follow the actions of central characters, evidentiary editing organizes cuts within a scene to present the impression of a single, convincing argument supported by a logic. Instead of cutting from one shot of a character approaching a door to a second shot of the same character entering the room on the far side of the door, a more typical documentary film cut would be from a close-up of a bottle of champagne being broken across the bow of ship to a long shot of a ship, perhaps an entirely different ship, being launched into the sea. The two shots may have been made years or continents apart, but they contribute to the representation of a single process rather than the development of an individual character.


4.7. Konsep Teknis
Secara keseluruhan pengambilan gambar dalam dokumenter “Di Balik Sosok Hanoman dalam Sendratari Ramayana Prambanan” ini menggunakan konsep single kamera. Pengambilan stock shot gambar kegiatan dilakukan dengan tripod maupun  tanpa tripod, hal ini lebih mengacu pada kebutuhan stock shot gambar.
In single-system shoots, you still need to log your material as you go by content and timecode (a unique time signature for every frame). Then, using log and high-speed scan, a chosen section can be rapidly located for viewing during production. This is invaluable on location when time spent reviewing tape is often stolen from much-needed rest.

Pada pengambilan gambar saat wawancara, untuk menjaga kestabilan hasil pengambilan gambar akan lebih banyak menggunakan tripod. Komposisi pengambilan stock shot gambar pada waktu latihan, persiapan pementasan, pementasan, kegiatan Joko Pamungkas, dan lain-lain lebih banyak menggunakan variasi tipe shot, seperti medium shot, close up, full shot, dan long shot. Variasi tipe shot dan komposisi pengambilan gambar tersebut, berfungsi sebagai penjelas persitiwa dan fakta secara runtun sesuai dengan narasi ataupun voice over dari wawancara.
Once the master shot has been achieved in traditional tripod coverage, the camera will be moved in, or lenses changed, to get medium shots, close shots, overshoulder shots, and so on. Each will count as a new setup, and each will get a new setup number, with each attempt being slated as a new take.

Teknis pencahayaan disesuaikan dengan keperluan dan keadaan, karena ingin mendapatkan dan menampilkan gambar yang natural. Dasar pembuatan program dokumenter ini mempresentasikan realita berupa perekaman apa adanya. Perwujudan untuk gaya ekposisi (expository) Voice of God, dalam dokumenter ini menggunakan seorang Dalang sebagai narator yang memainkan tokoh Punakawan (Semar). Pemilihan tokoh Semar sebagai pemapar, karena Semar merupakan sesepuh dan panutan yang ada dalam pewayangan. Semar adalah pengasuh dan penasihat dari anak-anak dan tuannya (bendoro). Semar identik dengan sifatnya yang ngemong (pengasuh yang baik), sabar, dan bijaksana. Selain itu di dalam pewayangan suara Semar dianggap seperti suara Tuhan, artinya sesuai dengan konsep dokumenter ini yang menggunakan gaya expository.
Proses pascaproduksi di meja editing menggunakan teknik editing kompilasi yang memungkinkan banyak teknik kamera dapat dilakukan, seperti panning, tilt up/down dan zoom in/out pada gambar mati, seperti foto dokumentasi pementasan, foto kenangan masa kecil Joko, stock shot Candi Prambanan, stock shot kegiatan Joko, dan lain sebagainya.
Untuk memperoleh shot-shot tunggal tersebut dilakukan dekupase atau pemilihan dan pemotongan gambar yang telah dipilih dari stock shot yang ada. Pemilihan insert juga tidak bisa lepas dari informasi yang didapat pada proses wawancara dengan narasumber. Insert gambar yang ditampilkan untuk mendukung informasi dari narasumber. Transisi yang digunakan adalah cutting dan dissolve, transisi ini dirasa sangat dinamis dan efektif untuk penggabungan gambar agar menjadi suatu satuan cerita utuh. Berbagai kemungkinan tersebut dioptimalkan dengan memberikan tambahan musik ilustrasi yang dinamis, sehingga dapat disesuaikan dengan pergerakan gambar.

              5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Dokumenter “Di Balik Sosok Hanoman dalam Sendratari Ramayana Prambanan” ini menitikberatkan pembahasan pada sosok Joko Pamungkas yang berada di balik kostum Hanoman dalam sendratari Ramayana Prambanan. Joko yang mempunyai loyalitas begitu besar terhadap kesenian terutama seni tari, maka sangatlah pantas diketahui dan dihargai semua pengorbanannya untuk melestarikan seni tradisi tanpa mementingkan nilai nominal materi yang akan didapat dari berkesenian.
5.2.Saran
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membuat sebuah karya dokumenter. Pencarian dan pengembangan sebuah ide dokumenter berangkat dari pengamatan kejadian sehari-hari yang ada dilingkungan, berawal dari pengamatan kemudian diolah menjadi sebuah program dokumenter. Pendokumentasian suatu objek, event, atau elemen kehidupan yang terjadi dan mungkin tidak selalu aktual.  Terkadang tema dari sebuah dokumenter bermula dari peristiwa yang tidak aktual dan bahkan menjadi aktual setelah peristiwa itu direpresentasikan dalam bentuk dokumenter, seperti pada dokumenter “Di Balik Sosok Hanoman dalam Sendratari Ramayana Prambanan” ini..
Bebarapa hal yang bisa disarankan untuk siapa saja yang ingin mencoba untuk membuat sebuah produksi program dokumenter televisi antara lain:
·         Pemahaman tentang ide dan gagasan yang akan dipilih sebagai tema dipelajari sebaik mungkin untuk memudahkan sutradara membuat alur cerita dan konsep penyutradaraan.
·         Sebaiknya mencari dan mempelajari referensi beberapa struktur bentuk cerita dan berbagai gaya pengemasan program dokumenter.  Hal ini dimaksudkan untuk membuat ciri khas pada dokumenter yang akan di produksi untuk memberikan nilai pendidikan, komersil, dan hiburan.
·         Selektif dalam mencari dan menentukan narasumber yang kompeten dalam tema dokumenter yang diangkat, untuk memudahkan dalam menggali semua informasi yang dibutuhkan sebagai pendukung fakta dari dokumenter.
·         Pada saat syuting dilakukan pengarahan terlebih dahulu kepada seluruh talent dan crew yang terlibat.
·         Peralatan teknis yang digunakan sebaiknya dipersiapkan jauh-jauh hari agar pada saat pelaksanaan syuting tidak terbengkalai

perjalanan